Menikmati teh bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menjadikannya kombucha atau teh fermentasi. Seperti yang dilakukan Wahyu Wijaya, warga Desa Purworejo, Kecamatan Ngunut. Dia mengaku teh ini menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh selama pandemi Covid-19.
Teh kombucha mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat Indonesia. Namun, teh hasil fermentasi ini dari beberapa literatur telah menjadi buah bibir masyarakat di luar negeri. Karena dianggap memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh.
fermentasi teh, ragi, dan gula selama seminggu atau lebih. Selama proses tersebut, zat asam, bakteri, dan alkohol akan terbentuk di dalam minuman kombucha. Inilah yang membuat teh kombucha bercita rasa tajam dan asam serta beraroma mirip cuka.
Peluang inilah yang ditangkap Wahyu Wijaya, warga Desa Purworejo, Kecamatan Ngunut. Dia pun bereksperimen membuat minuman herbal ini. Bermodalkan pengetahuan yang didapatkannya dari berbagai forum di media sosial, dia akhirnya bisa membuat minuman ini.
Saat Koran ini bertandang ke rumahnya yang sederhana, Jaya -sapaan akrabnya- sedang memberi pakan ikan peliharaannya. Begitu mengetahui maksud kedatangan Jawa Pos Radar Tulungagung, dia pun langsung menuju ke lemari es yang ditempatkan di warungnya. Tak berselang lama, dia menenteng sebuah botol kaca berisi cairan yang sekilas mirip bir. Apalagi tutupnya juga diperkuat dengan kawat dan baut. “Silakan dicoba dulu. Nanti saya ceritakan mengenai teh ini,” katanya sambil menuangkan cairan itu ke cangkir kaca.
Koran ini pun tidak langsung mengiyakan. Sejurus kemudian mencium aroma yang ternyata mirip sekali dengan cuka. Setelah itu coba menyicip, pikiran pun melanglang ke masa lalu tatkala masih rutin minum cuka apel. “Bagaimana, mirip cuka kan? Memang itulah hasil fermentasi teh yang disebut kombucha ini. Apalagi dalam pembuatannya juga melibatkan ragi dan gula untuk fermentasi pertama,” tambahnya sambil tersenyum lebar.
Pria yang juga menjadi pembudi daya ikan ini mengakui, minuman hasil kreasinya itu sebenarnya menjadi upaya untuk menjaga kondisi tubuh. Apalagi disadarinya betul, saat pandemi korona merajalela seperti sekarang ini, membuat banyak orang harus bisa menjaga daya tahan tubuh agar tetap prima. “Awal pembuatan belum begitu lama karena belum sampai setahun, baru dalam hitungan bulan. Meskipun, dulu memang pernah membuat kefir untuk pengobatan saya sendiri,” terangnya.
Jaya mengakui, kombucha hasil racikannya ini sudah dikreasikan sesuai keinginannya dan sudah termasuk fermentasi kedua. Di dalamnya sudah dicampuri berbagai rempah-rempah lokal yang berkhasiat obat. Seperti jahe, lempuyang, kunyit, dan sebagainya. Tetapi pencampuran tidak boleh serampangan karena setiap jenis rempah-rempah memiliki sifat berbeda.
Untuk fermentasi pertama cenderung memiliki rasa yang tajam. Meskipun kandungan alkohol yang tercipta secara alami itu bahkan lebih rendah dibanding tape. “Yang bersifat panas seperti jahe tentu tidak bisa dicampur dengan kunyit yang bersifat dingin. Pendek kata, setiap campuran memiliki khasiat berbeda,” paparnya.
Dalam meracik kombucha, pria 38 tahun ini mengaku hanya berdasarkan naluri. Apalagi, dia juga belum mengetahui secara detail bakteri mana yang bisa dibuat menjadi bahan kombucha terbaik. Hanya saja, teh yang dipilih harus yang bagus. Bisa menggunakan teh hijau, oolong, atau hitam. Yang paling gampang tetap menggunakan teh hijau yang cukup mudah ditemukan. “Saya tidak berani menggunakan teh yang biasa ditemukan di pasaran. Harus benar-benar murni,” tuturnya.
Dia mengakui, sebagai wong cilik, kombucha memang menjadi salah satu solusi untuk menjaga kondisi tubuh. Sehingga dia selalu membuat untuk persediaan. Sementara ini hanya dipasarkan di lingkungan sekitar rumahnya. “Rencananya mau dipasarkan lebih luas. Namun masih banyak pertimbangan, tak terkecuali untuk pengemasan. Karena harus menggunakan botol kaca untuk menjaga rasa,” tandasnya.